Senin, 23 Desember 2013

Teori dan Paradigma Administrasi Negara

Pengertian teori sangat banyak sekali, berikut ini pengertian teori menurut beberapa ahli :
a.      Kerlinger (1973)
Teori adalah serangkaian konstruk atau konsep,batasan dan proposisi, yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan fokus hubungan dengan merinci hubungan0hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu.
b.      Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi (1995)
Teori adalah serangkaian asumsi, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistimatis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
c.       Prajudi Atmosudirdjo (2003)
Teori adalah suatu pendapat (opinion, view) yang diperoleh melalui pemikiran rasional menurut suatu prosedur atau proses tertentu yang disebut orang “prosedur akademik” atau prosedur “ilmiah” (scientific method) oleh karena melalui langkah-langkah tertentu yang logis rasional.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa teori adalah pernyataan atau konsep yang berhubungan satu sama lain yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena yang telah diuji kebenarannya melalui riset.

Sedangkan Teori Administrasi Negara sendiri dikatakan sebagai teori yang multidisiplin (kompleks) karena Administrasi Negara  masih meminjam berbagai konsep dan teori-teori dari ilmu lain seperti ilmu politik, sosiologi, administrasi niaga dan ilmu hukum. Ini berarti konsep Administrasi Negara dipahami melalui berbagai definisi, teori, paradigma, pendekatan, metode tertentu yang bersifat umum dan menyeluruh, serta belum spesifik mengenai apa itu Administrasi Negara sendiri. Sudah kita ketahui sendiri bahwa teori Administrasi Negara hingga saat ini masih menjadi bagian dari disiplin ilmu lain atau belum menjadi suatu studi yang independen. Pada dasarnya hal ini bukan disebabkan oleh adanya perubahan perhatian pada fokus Administrasi Negara, melainkan lebih pada inferiority complex dari para pendukungnya dan ketidak pastian karena kritik hebat yang terus-menerus diberikan menyangkut professional performance serta kelemahan akademiknya. Misalnya saja bidang public law yang telah diambil oleh disiplin ilmu hukum, pada dasarnya semua hukum bersifat publik dan seharusnya menjadi domain dari Administrasi Negara, namun kesempatan itu hilang karena sebelum Administrasi Negara menjadi disiplin ilmu sendiri bidang ilmu tersebut sudah menjadi bagian dari studi ilmu hukum, dan karenanya Administrasi Negara juga menjadi bagian dari public law, dan kejadian-kejadian serupa juga terjadi pada bidang yang lain seperti diplomasi (Hubungan internasional), studi tentang pemerintahan (ilmu politik), kemiliteran (military sciences) dan porsi di bidang health sciences, justice, police sciences, social welfare serta pelayanan publik lainnya yang seharusnya menjadi bagian dari Administrasi Negara. Seandainya saja semua bidang ilmu tersebut menjadi bagian dari Administrasi Negara, maka Administrasi Negara dapat menjadi disiplin ilmu sendiri (independen).

Pada dasarnya perkembangan suatu disiplin ilmu dapat ditelusuri dengan perubahan paradigmanya. Paradigma sendiri dapat diartikan sebagai cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan suatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa pengertian paradigma menurut beberapa ahli :
a.      Mohanan dalam Harbani Pasolong (2013:27-28)
Menjelaskan tujuh pengertian paradigma, yaitu :
1.      Paradigma sebagai value system (sistem nilai), konstruksi dan evaluasi ilmu pengetahuan mensyaratkan komitmen terhadap suatu sistem nilai yang memungkinkan kita mengevaluasi reliabilitas dari klaim ilmu suatu ilmu pengetahuan.
2.      Paradigma sebagai research interests (minat penelitian), objek penelitian, sudut pandang terhadap objek yang dikaji, fenomena yang dianggap penting atau menarik dan lain-lain.
3.      Paradigma sebagai theories (teori), seperangkat aturan hukum dan proposisi yang menghubungkan hukum tersebut dengan observasi, untuk menjelaskan apa yang sedang dikaji.
4.      Paradigma sebagai suatu models (model) konsepsi umum dari suatu realitas berdasarkan aturan-aturan yang diformulasi.
5.      Paradigma sebagai bodies of fact (seperangkat kenyataan), seperangkat hasil observasi yang membutuhkan penjelasan teoritis.
6.      Paradigma sebagai theorical frameworks (kerangka teori) kosa kata yang berhubungan dengan seperangkat konsep dimana proposisi dari suatu teori diformulasi.
7.      Paradigma sebagai observational framework (kerangka observasi), kosa kata yang berasosiasi dengan seperangkat konsep dimana proposisi observasi diformulasi.
b.      Prajudi Atmosudirdjo (2003: 91)
Paradigma adalah sudut pandang utama.
c.       Robert T. Golembiewski dalam Inu Kencana Syafiie (1999: 28)
Paradigma adalah standar suatu disiplin ilmu dilihat dari focus dan locusnya. Focus mempersoalkan apa kajian (what of the field) atau cara bagaimana memecahkan (solution) sebuah masalah. Sedangkan locus mempersoalkan dimana lokasi (where of the field) atau medan penerapan suatu ilmu pengetahuan.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir dan sudut pandang seseorang yang akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan permasalahan yang ada, sehingga nanti pada akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang tersebut menanggapi realita dan permasalahan yang ada.

Dalam perkembangan ilmu Administrasi Negara telah terjadi empat kali perubahan paradigma. Berikut gagasan utama dari keempat paradigma tersebut :
1.      Paradigma Administrasi Negara Lama
Merupakan awal perkembangan dari studi Administrasi Negara dengan tokoh Wodrow Wilson yang terkenal dengan konsepnya yaitu Dikotomi Politik-Administrasi. Proses pembuatan kebijakan adalah proses politik sedangkan pelaksanaan kebijakan adalah proses administrasi.
Istilah publik dalam Administrasi Negara Lama diartikan sebagai Negara, sehinggga membuat Administrasi Negara terfokus pada organisasi dan manajemen internal dari aktifitas-aktifitas pemerintah, seperti anggaran negara, manajemen kepegawaian, dan pelayanan jasa. Perkembangan paradigma Administrasi Negara lama :
1)      Paradigma 1: Dikotomi Politik dan Administrasi
Dalam paradigma ini dibedakan dengan jelas antara administras dan politik negara. Fokus dari Administrasi Negara terbatas pada masalah-masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam birokrasi dan pemerintaha, sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik dan kebijaksanaan merupakan substansi ilmu politik. Lokus dalam paradigma ini adalah mempermaslahkan dimana seharusnya Administrasi Negara ini berada.
2)      Paradigma 2 : Prinsip-Prinsip Administrasi
Dalam paradigma ini lokus dianggap tidak terlalu penting, dan yang dipentingkan adalah fokusnya yaitu “prinsip-prinsip administrasi” dipandang dapat berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkungan sosial budaya
3)      Paradigma 3 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik
Fase paradigma ini merupakan suatu usaha untuk menetapkan kembali hubungan konseptual antara Adminitrasi Negara dan ilmu politik.
4)      Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi
Pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan fokus, tetapi tidak pada lokusnya.
5)      Paradigma 5 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Negara
Pada paradigma ini Administrasi Negara telah berkembang menjadi Ilmu Administrasi Negara, yaitu merambah ke teori organisasi, ilmu kebijakan, dan ekonomi politik.

2.      Paradigma Administrasi Negara Baru
Administrasi Negara Baru muncul pada tahun 1970-an. Konsep ini merupakan kritik terhadap konsep paradigma Administrasi Negara Lama. Pada dasarnya, Administrasi Negara Baru ingin mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi menyatakan bahwa Administrasi Negara harus memasukkan aspek pemerataan dan keadilan sosial (social equity) ke dalam konsep administrasi. Ia bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat netral. Dengan begitu, tiga administrasi publik harus mengubah pola pikir yang selama ini menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran gagasan-gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu administrasi.

3.      Paradigma New Public Management (NPM)
Paradigma ini secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern. Dalam New Public Management (NPM), publik atau pengguna layanan publik sebagai “customer” (konsep ekonomi liberal “economic man”) yang tindakannya dimotivasi dorongan untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan material. Orientasi NPM menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan Pettgrew dala Keban (2004:25) yaitu :
1.      Orientasi The Drive yaitu mengutamakan nilai efisiensi dalam pengukuran kinerja.
2.    Orientasi Downsizing and Decentralization yaitu mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi, dan mendelegasikan otoritas kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.
3.    Orientasi In Search of Exellence yaitu mngutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.      Orientasi Public Service yaitu menekankan pada kualitas, misi, dan nilai-nilai yang hendak dicapai organisasi publik, memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, memberikan otoritas yang lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih oleh masyarakat, termasuk wakl-wakil mereka, menekankan social learning dalam pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi kinerja secara berkesinambungan, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.

4.      Paradigma New Public Service (NPS)
Dalam New Public Service (NPS), publik dianggap sebagai “citizens” atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. “Citizens” adalah pengguna layanan publik dan juga subyek berbagai kewajiban publik. Karena itu administrasi publik tidak hanya responsif pada “customer” tetapi juga pada pemenuhan hak-hak publik. Denhardt (2003), The New Public Service memuat ide pokok sebagai berikut :
1.      Serve Citizen, Not Customers, yaitu aparatur pelayanan tidak hanya merespon keinginan pelanggan (customer), tetapi juga lebih fokus pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan antara warga negara (citizen).
2. Seek the Public Interest, yaitu administrasi publik harus memberi kontribusi untuk membangun sebuah kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak untuk menemukan pemecahan yang cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan indivisu. Lebih dari itu, adalah kreasi pembagian kepentingan dan tanggungjawab.
3.   Value citizenship over entrepreneurship, yaitu kepentingan publik lebih dimajukan oleh komitmen aparatur pelayanan publik dan warga negara untuk membuat kontribusi lebih berarti daripada oleh gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik yang menjadi milik mereka.
4.   Think strategically, Act Democracally, yaitu pertemuan antara kebijakan dan program agar bisa dicapai lebih efektif dan berhasil secara bertanggungjawab mengikuti upaya bersama dan proses-proses kebersamaan.
5.    Recognized that Accountability is not Simple, yaitu aparatur pelayanan publik seharusnya penuh perhatian yang lebih baik daripada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan perundangan dan konstitusi, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik, standar-standar profesional dan kepentingan warga negara.
6.   Serve rather than steer, yaitu semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk menggunakan andil, nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga negara mengartikulasikan dan mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih dari pada berusaha untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk baru.
7.    Value people, not just productivity, yaitu organisasi publik dan kerangka kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua orang.
Jika ketujuh ide pokok tersebut benar-benar dapat dihayati dan diimplementasikan oleh aparatur publik, maka pelayanan publik instans pemerintah tidak akan kalah dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor privat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar