Senin, 23 Desember 2013

Poin-Poin Penting di Indonesia Periode 1959-1966


Point-point penting yang terjadi di Indonesia pada periode 1959-1966 diantaranya yaitu :
1)   Pada tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden, yang bertujuan untuk menciptakan ketatanegaraan, menjaga persatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa, serta keberlangsungan pembangunan semesta menuju masyarakat yang adil dan makmur pada masa itu.  Isi dari Dekrit Presiden tersebut yaitu :
1.      Pembubaran konstituante
Peristiwa yang mendorong keluarnya dekrit presiden salah satunya adalah tidak berhasilnya Badan Konstituante untuk menetapkan Undang-Undang Dasar baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya sampai tahun 1959 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sehingga presiden Soekarno akhirnya memutuskan untuk membubarkan konstituante.
2.      Tidak berlaku UUDS dan kembali ke UUD 1945
Pada saat itu di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD 1945 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak namun pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses. Maka untuk mengatasi situasi tersebut akhirnya presiden mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan bahwa UUDS kembali ke UUD 1945.
3.      Dibentuk MPRS dan DPRS
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
2)        Gong kematian demokrasi parlementer di Indonesia
Sistem pemerintahan Indonesia berubah, dari yang awalnya adalah sistem pemerintahan parlementer berubah ke sistem pemerintahan presidensiil. Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan parlementer dianggap sudah tidak sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia.
3)      Bergemanya slogan “politik adalah panglima"
Yaitu kegiatan administrasi negara diabdikan kepada kepanglimaan politik dengan dominasi pandangan seseorang tertentu. Pada saat itu politik adalah segala-galanya, atau dengan kata lain politik yang menguasai sistem tata pemerintahan pada masa itu.
4)        Menunjukkan sikap konfrontasi terhadap negara tetangga terutama Malaysia
Konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak yang terjadi antara Federasi Malaysia dan Indonesia pada tahun 1962 hingga 1966. Perang ini berawal dari keinginan  Federasi Malaya  pada tahun 1961 untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan sarawak ke dalam Federasi Malaysia yang tidak sesuai dengan Persetujuan Manila, oleh karena itu keinginan tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno yang menganggap pembentukan Federasi Malaya yang sekarang dikenal sebagai Malaysia sebagai "boneka Inggris" merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia. Konfrontasi ini sampai melahirkan sebuah slogan yang berbunyi “Ganyang Malaysia”.
5)   Banyak kegiatan yang tidak ada hubungannya langsung dengan tugas pokok aparatur negara.
6)        Indonesia menyatakan keluar dari keanggotaan PBB pada tanggal 7 Januari 1965
Alasan Indonesia keluar dari PBB adalah gagal menghadapi terbentuknya federasi sehingga Indonesia menjalankan politik konfrontasi, dan juga gagal menentang masuknya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kegagalan-kegagalan ini yang menjadi pukulan berat bagi pemerintahan Presiden Soekarno, sehingga memutuskan diri untuk keluar dari keanggotaan PBB. Keadaan ini semakin mengisolasi pemerintahan Republik Indonesia dari pergaulan internasional.
7)        Kondisi perekonomian tidak menentu
Pemerintah mengalami kegagalan dalam menanggung masalah ekonomi, hal ini dikarenakan semua kegiatan ekonomi terpusat, sehingga kegiatan ekonomi mengalami penurunan yang disertai dengan inflasi. Pada saat itu permasalahan ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis, hal ini dikarenakan politik sangat diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan. Selain itu banyak hal-hal lain yang menyebabkan kondisi perekonomian pada saat itu, seperti peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangana antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya, kemudian tidak adanya ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha, juga terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus, serta kebangkrutan tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan, dan maraknya kriminalitas.
8)  Banyak tenaga, waktu, biaya yang digunakan untuk kegiatan penataran yang bersifat indoktrinasi.
9)    Pandangan yang mengarah pada “megalomania” (mengkhayal hal yang megah), tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan nasional.
10)    Pelanggaran terhadap konstitusi, seperti :
a.       Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden.
b.      Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.
c.       Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR, dan masih banyak lagi pelanggaran-pelanggaran yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar