Pengertian
teori sangat banyak sekali, berikut ini pengertian teori menurut beberapa ahli
:
a.
Kerlinger
(1973)
Teori adalah
serangkaian konstruk atau konsep,batasan dan proposisi, yang menyajikan suatu
pandangan sistematis tentang fenomena dengan fokus hubungan dengan merinci
hubungan0hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan
gejala itu.
b.
Masri
Singarimbun dan Sofyan Effendi (1995)
Teori adalah
serangkaian asumsi, konstruk, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistimatis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.
c.
Prajudi
Atmosudirdjo (2003)
Teori adalah suatu pendapat
(opinion, view) yang diperoleh melalui pemikiran rasional menurut suatu
prosedur atau proses tertentu yang disebut orang “prosedur akademik” atau
prosedur “ilmiah” (scientific method) oleh karena melalui langkah-langkah
tertentu yang logis rasional.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa teori adalah
pernyataan atau konsep yang berhubungan satu sama lain yang mengandung suatu
pandangan sistematis dari suatu fenomena yang telah diuji kebenarannya melalui
riset.
Sedangkan
Teori Administrasi Negara sendiri dikatakan sebagai teori yang multidisiplin
(kompleks) karena Administrasi Negara masih meminjam berbagai konsep dan teori-teori
dari ilmu lain seperti ilmu politik, sosiologi, administrasi niaga dan ilmu
hukum. Ini berarti konsep Administrasi Negara dipahami melalui berbagai
definisi, teori, paradigma, pendekatan, metode tertentu yang bersifat umum dan
menyeluruh, serta belum spesifik mengenai apa itu Administrasi Negara sendiri.
Sudah kita ketahui sendiri bahwa teori Administrasi Negara hingga saat ini
masih menjadi bagian dari disiplin ilmu lain atau belum menjadi suatu studi
yang independen. Pada dasarnya hal ini bukan disebabkan oleh adanya perubahan
perhatian pada fokus Administrasi Negara, melainkan lebih pada inferiority complex dari para
pendukungnya dan ketidak pastian karena kritik hebat yang terus-menerus
diberikan menyangkut professional
performance serta kelemahan akademiknya. Misalnya saja bidang public law yang telah diambil oleh
disiplin ilmu hukum, pada dasarnya semua hukum bersifat publik dan seharusnya
menjadi domain dari Administrasi Negara, namun kesempatan itu hilang karena
sebelum Administrasi Negara menjadi disiplin ilmu sendiri bidang ilmu tersebut
sudah menjadi bagian dari studi ilmu hukum, dan karenanya Administrasi Negara
juga menjadi bagian dari public law,
dan kejadian-kejadian serupa juga terjadi pada bidang yang lain seperti
diplomasi (Hubungan internasional), studi tentang pemerintahan (ilmu politik),
kemiliteran (military sciences) dan
porsi di bidang health sciences, justice,
police sciences, social welfare serta pelayanan publik lainnya yang
seharusnya menjadi bagian dari Administrasi Negara. Seandainya saja semua
bidang ilmu tersebut menjadi bagian dari Administrasi Negara, maka Administrasi
Negara dapat menjadi disiplin ilmu sendiri (independen).
Pada
dasarnya perkembangan suatu disiplin ilmu dapat ditelusuri dengan perubahan
paradigmanya. Paradigma sendiri dapat diartikan sebagai cara pandang,
nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara memecahkan suatu masalah
yang dianut oleh suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa tertentu. Untuk lebih
jelasnya, berikut beberapa pengertian paradigma menurut beberapa ahli :
a.
Mohanan
dalam Harbani Pasolong (2013:27-28)
Menjelaskan tujuh
pengertian paradigma, yaitu :
1. Paradigma
sebagai value system (sistem nilai),
konstruksi dan evaluasi ilmu pengetahuan mensyaratkan komitmen terhadap suatu
sistem nilai yang memungkinkan kita mengevaluasi reliabilitas dari klaim ilmu
suatu ilmu pengetahuan.
2. Paradigma
sebagai research interests (minat
penelitian), objek penelitian, sudut pandang terhadap objek yang dikaji,
fenomena yang dianggap penting atau menarik dan lain-lain.
3. Paradigma
sebagai theories (teori), seperangkat
aturan hukum dan proposisi yang menghubungkan hukum tersebut dengan observasi,
untuk menjelaskan apa yang sedang dikaji.
4. Paradigma
sebagai suatu models (model) konsepsi
umum dari suatu realitas berdasarkan aturan-aturan yang diformulasi.
5. Paradigma
sebagai bodies of fact (seperangkat
kenyataan), seperangkat hasil observasi yang membutuhkan penjelasan teoritis.
6. Paradigma
sebagai theorical frameworks
(kerangka teori) kosa kata yang berhubungan dengan seperangkat konsep dimana
proposisi dari suatu teori diformulasi.
7. Paradigma
sebagai observational framework
(kerangka observasi), kosa kata yang berasosiasi dengan seperangkat konsep
dimana proposisi observasi diformulasi.
b.
Prajudi
Atmosudirdjo (2003: 91)
Paradigma adalah sudut
pandang utama.
c.
Robert
T. Golembiewski dalam Inu Kencana Syafiie (1999: 28)
Paradigma adalah standar
suatu disiplin ilmu dilihat dari focus dan locusnya. Focus mempersoalkan apa
kajian (what of the field) atau cara bagaimana memecahkan (solution) sebuah
masalah. Sedangkan locus mempersoalkan dimana lokasi (where of the field) atau
medan penerapan suatu ilmu pengetahuan.
Dari
beberapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa paradigma
adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir dan sudut pandang
seseorang yang akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan permasalahan
yang ada, sehingga nanti pada akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang
tersebut menanggapi realita dan permasalahan yang ada.
Dalam
perkembangan ilmu Administrasi Negara telah terjadi empat kali perubahan
paradigma. Berikut gagasan utama dari keempat paradigma tersebut :
1.
Paradigma Administrasi Negara Lama
Merupakan awal perkembangan dari
studi Administrasi Negara dengan tokoh Wodrow Wilson yang terkenal dengan
konsepnya yaitu Dikotomi Politik-Administrasi. Proses pembuatan kebijakan
adalah proses politik sedangkan pelaksanaan kebijakan adalah proses
administrasi.
Istilah publik dalam Administrasi
Negara Lama diartikan sebagai Negara, sehinggga membuat Administrasi Negara
terfokus pada organisasi dan manajemen internal dari aktifitas-aktifitas
pemerintah, seperti anggaran negara, manajemen kepegawaian, dan pelayanan jasa.
Perkembangan paradigma Administrasi Negara lama :
1)
Paradigma 1: Dikotomi Politik dan Administrasi
Dalam paradigma ini dibedakan dengan jelas antara
administras dan politik negara. Fokus dari Administrasi Negara terbatas pada
masalah-masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam birokrasi
dan pemerintaha, sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik dan
kebijaksanaan merupakan substansi ilmu politik. Lokus dalam paradigma ini
adalah mempermaslahkan dimana seharusnya Administrasi Negara ini berada.
2)
Paradigma 2 : Prinsip-Prinsip Administrasi
Dalam paradigma ini lokus dianggap tidak terlalu
penting, dan yang dipentingkan adalah fokusnya yaitu “prinsip-prinsip administrasi”
dipandang dapat berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap
lingkungan sosial budaya
3)
Paradigma 3 : Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik
Fase paradigma ini merupakan suatu usaha untuk
menetapkan kembali hubungan konseptual antara Adminitrasi Negara dan ilmu
politik.
4)
Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai Ilmu
Administrasi
Pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan
fokus, tetapi tidak pada lokusnya.
5)
Paradigma 5 : Administrasi Negara sebagai Ilmu
Administrasi Negara
Pada paradigma ini Administrasi Negara telah
berkembang menjadi Ilmu Administrasi Negara, yaitu merambah ke teori
organisasi, ilmu kebijakan, dan ekonomi politik.
2.
Paradigma
Administrasi Negara Baru
Administrasi Negara Baru muncul pada tahun 1970-an.
Konsep ini merupakan kritik terhadap konsep paradigma Administrasi Negara Lama.
Pada dasarnya, Administrasi Negara Baru ingin mengetengahkan bahwa administrasi
tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, serta mengatasi
masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat. Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi
menyatakan bahwa Administrasi Negara harus memasukkan aspek pemerataan dan
keadilan sosial (social equity) ke
dalam konsep administrasi. Ia bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat
netral. Dengan begitu, tiga administrasi publik harus mengubah pola pikir yang
selama ini menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran gagasan-gagasan
baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu administrasi.
3.
Paradigma
New Public Management (NPM)
Paradigma ini secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam
administrasi publik yang menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh
dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern. Dalam
New Public Management (NPM), publik
atau pengguna layanan publik sebagai “customer” (konsep ekonomi liberal “economic
man”) yang tindakannya dimotivasi dorongan untuk memaksimalkan pemenuhan
kebutuhan material. Orientasi NPM menurut Ferlie, Ashbuerner, Filzgerald dan
Pettgrew dala Keban (2004:25) yaitu :
1. Orientasi
The Drive yaitu mengutamakan nilai
efisiensi dalam pengukuran kinerja.
2. Orientasi
Downsizing and Decentralization yaitu
mengutamakan penyederhanaan struktur, memperkaya fungsi, dan mendelegasikan otoritas
kepada unit-unit yang lebih kecil agar dapat berfungsi secara cepat dan tepat.
3. Orientasi
In Search of Exellence yaitu
mngutamakan kinerja optimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Orientasi
Public Service yaitu menekankan pada
kualitas, misi, dan nilai-nilai yang hendak dicapai organisasi publik,
memberikan perhatian yang lebih besar kepada aspirasi, memberikan otoritas yang
lebih tinggi kepada pejabat yang dipilih oleh masyarakat, termasuk wakl-wakil
mereka, menekankan social learning
dalam pemberian pelayanan publik dan penekanan pada evaluasi kinerja secara
berkesinambungan, partisipasi masyarakat dan akuntabilitas.
4.
Paradigma
New Public Service (NPS)
Dalam New Public Service (NPS), publik dianggap sebagai
“citizens”
atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. “Citizens” adalah pengguna layanan publik dan
juga subyek berbagai kewajiban publik. Karena itu administrasi publik tidak
hanya responsif pada “customer”
tetapi juga pada pemenuhan hak-hak publik. Denhardt (2003), The New Public
Service memuat ide pokok sebagai berikut :
1. Serve Citizen, Not Customers,
yaitu aparatur pelayanan tidak hanya merespon keinginan pelanggan (customer),
tetapi juga lebih fokus pada pembangunan kepercayaan dan kolaborasi dengan dan
antara warga negara (citizen).
2. Seek the Public Interest,
yaitu administrasi publik harus memberi kontribusi untuk membangun sebuah
kebersamaan, membagi gagasan dari kepentingan publik, tujuannya adalah tidak
untuk menemukan pemecahan yang cepat yang dikendalikan oleh pilihan-pilihan
indivisu. Lebih dari itu, adalah kreasi pembagian kepentingan dan
tanggungjawab.
3. Value citizenship over entrepreneurship,
yaitu kepentingan publik lebih dimajukan oleh komitmen aparatur pelayanan
publik dan warga negara untuk membuat kontribusi lebih berarti daripada oleh
gerakan para manajer swasta sebagai bagian dari keuntungan publik yang menjadi
milik mereka.
4. Think strategically, Act
Democracally, yaitu pertemuan antara kebijakan dan
program agar bisa dicapai lebih efektif dan berhasil secara bertanggungjawab
mengikuti upaya bersama dan proses-proses kebersamaan.
5. Recognized that Accountability is
not Simple, yaitu aparatur pelayanan publik seharusnya penuh
perhatian yang lebih baik daripada pasar. Mereka juga harus mengikuti peraturan
perundangan dan konstitusi, nilai-nilai masyarakat, norma-norma politik,
standar-standar profesional dan kepentingan warga negara.
6. Serve rather than steer,
yaitu semakin bertambah penting bagi pelayanan publik untuk menggunakan andil,
nilai kepemimpinan mendasar dan membantu warga negara mengartikulasikan dan
mempertemukan kepentingan yang menjadi bagian mereka lebih dari pada berusaha
untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat pada petunjuk baru.
7. Value people, not just productivity,
yaitu organisasi publik dan kerangka kerjanya dimana mereka berpartisipasi dan
lebih sukses dalam kegiatannya kalau mereka mengoperasikan sesuai proses
kebersamaan dan mendasarkan diri pada kepemimpinan yang hormat pada semua
orang.
Jika
ketujuh ide pokok tersebut benar-benar dapat dihayati dan diimplementasikan
oleh aparatur publik, maka pelayanan publik instans pemerintah tidak akan kalah
dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor privat.